Apa aku salah kalau terlalu berharap bahwa
suatu saat Tuhan kan memberiku pangeran??? Must
I wait too a long time?? Or look for
you cause I really do need your love....? My God,, saving me!!
”Echa....!!”
Chika masuk kamarku tiba-tiba dan mengagetkanku sehingga aku dengan segera menyembunyikan
buku diary yang ada di pangkuanku.
”Ketok pintu dulu napa neng?”
Sergahku dengan nada agak tinggi.
”Ngaget-ngagetin
gue tau ga..”
”Iya iya,, sorry deh jeng.. Abisnya gue punya berita seru.”
”Berita apaan?” Ujarku masih sungkan
dengan Chika. ” Palingan si Fariz lagi kan ?”
”Bukan tau. Ini bukan tentang gue. Makanya
jangan emosi dulu.. Sorry deh yang
tadi. It’s all ’bout you. Ini
menyangkut jiwa lo Cha....” Kilah Chika meyakinkanku.
”Apaan ?” Tanyaku
sambil menatap mata Chika.
”Jordan suka
lo.” Ujar Chika.
”Hah???” Aku
terpaku akan ucapan Chika.
Jordan, Ya, dia
dengan senyum misteriusnya saat mencetak angka kemenangan di tim basket sekolah.
Dia dengan perawakan yang tegap dan atletis karena dia Juara I Karate tingkat
Nasional dan dia yang selalu bisa memukau para gadis dengan gayanya yang
katanya sih cool menyukaiku?? Seorang
cewek yang tidak terlalu aktif dengan kegiatan ekskul, yang lebih suka berkutat
pada buku dan laptop. Cewek yang
pamornya jelas-jelas di bawah Jordan.
Aku,
Ezha Ayyusya Pradipta biasa dipanggil Echa. Anak kedua dari seorang ayah yang
bernama Herlambang Robby Pradipta dan Ibu yang bernama Nensya Vina. Mempunyai
seorang kakak yang tampan bernama Vega Adhy August Pradipta dan banyak
digandrungi cewek-cewek di kampusnya. Aku merasa sangat bahagia mempunyai
keluarga seperti ini, ditambah lagi ketiga teman dekatku. Clara, Chika, dan
Sessy.
Aku tak
sedikitpun senang mendengar kabar dari Chika bahwa Jordan meyukaiku. Mungkin
banyak yang akan bilang kalau aku itu aneh jika mengetahui bahwa aku tidak
menaruh simpati pada Jordan. Disukai cowok setingkat Jordan tetapi aku
biasa-biasa saja. Karena aku menyimpan alasan untuk tetap mempertahankan
pendirianku.
Bahwa aku memendam rasa untuk orang
lain. Aku tekankan sekali lagi. Aku memendam rasa untuk orang lain.
**
Di sekolah,
cewek-cewek lain mulai menatapku tajam. Mulai dari teman seangkatan sampai
adik-adik kelas pun melihatku tiap aku berjalan di lorong sekolah. Mereka
begitu penasaran ingin melihat sosokku dengan cermat. Sosok cewek yang disukai
Jordan, pentolan cowok keren di sekolah. Kabar Jordan menyukaiku telah tersebar
bahkan guru-guru pun tau.
”Ezha,, kamu pacaran sama Jordan?”
Tanya Ibu Kemala lembut pada saat istirahat, guru Fisika satu ini terkenal gaul
soalnya selalu mengerti apa saja yang terjadi dengan anak didiknya.
”Tidak Ibu....”
Aku menggeleng meyakinkan. ” Saya permisi dulu Ibu..” Aku berlalu dari hadapan
Ibu Kemala.
Tak tau kenapa aku tidak respect dengan pernyataan ’Jordan menyukaimu’
yang sering dikatakan teman-temanku.
**
Siang ini aku makan di kantin.
Biasanya aku kurang suka masakan kantin. Bukan karena tidak higienis. Bukan.
Makanan kantin pasti terjamin kebersihannya. Tetapi aku lebih suka masakan
mama. Biarpun mama sibuk dengan profesinya sebagai dokter gigi, mama tetap
berusaha membuatkan masakan terbaiknya untukku dan kakakku.
Di
kantin, aku tidak sendiri tetapi bersama ketiga temanku. Chika, Clara, dan
Sessy.
”Cha,
boleh aku bicara sama kamu?” Sapa Jordan dari balik punggungku.
Aku menoleh ke arah suara itu..”Oh,
lo mau ngomong apa? Tapi maaf sekarang gue ga ada waktu...” Jawabku, Aku mulai
agak sedikit risih mendengar Jordan berkamu-aku denganku.
”Ga sekarang juga ga apa kok Cha,
gue tunggu sampe lo punya waktu. Nanti
malam gue connect lo deh Cha.”
Sekarang dia kembali berlo-gue. Tetapi senyum dan tatapannya membuat aku cukup
bersimpati. Aku tak pernah melihat tatapan Jordan selembut ini.
“Ccciiieeeeeeeeeeeee…..........”
Ketiga temanku serempak meledek.
“Apaan
sih?”
Seisi
kantin ternyata memperhatikanku sejak kedatangan Jordan sampai dia menghilang
dari kantin pun semua tetap melihat ke arahku.
“Lo sih berisik.. Pada merhatiin gue
kan? Malu tau..” Aku agak berbisik kepada ketiga temanku.
**
Malam ini aku
kembali membuka diaryku. Menuliskan curahan isi hatiku.
Diary, apa aku salah kalau aku tidak
menyukai Jordan sama sekali. Dulu aku berharap Tuhan memberiku pangeran, tapi
itu bukan Jordan... Bukan Jordan yang kuharapkan... Melainkan...
Dio...
Dio,
lengkapnya Tren Dio Vaza. Sahabat kakakku. Dio anak dari teman papa. Anak
tunggal dari Om Tren Andriano dan Tante Nindi Listya ini tumbuh sebagai sosok
cowok yang tidak banyak berbicara. Namun, setelah aku mengenal
sosoknya aku tau bahwa dia tak seangkuh itu. Senyumnya yang selalu memberi
ketenangan batin membuatku yakin bahwa aku telah jatuh hati padanya. Apalagi
jika kulayangkan pada memori masa lalu. Dia adalah cowok yang membebaskanku
dari siulan nakal anak jalanan, mendekapku hangat saat aku ketakutan dan
menangis karena digoda segerombolan anak jalanan. Membuatku melihat wajah
khawatirnya padaku.
Sejak
saat itu, Dio bagai malaikat di hidupku. Dia bagai simphony yang mengalun
merdu mengisi hari-hariku. Melihatnya tertawa lepas membuat hatiku tenang. Aku
ingin merasakan dekapannya lagi.
Dio............. Sosok yang selalu
aku dambakan untuk menjadi seseorang yang akan bersamaku dan menjagaku.
**
”Cha. Jadi, Lo
nolak Jordan??” Sessy kaget setengah mati.
Aku mengangguk membenarkan. ”Apa aku
salah?” tanyaku lirih. ”Aku tak sedikitpun mencintainya, apa aku salah ga mau
nerima cinta Jordan?” aku tak bisa menyembunyikan rasa takutku.
”Cha, lo ga salah kok...” Chika
bersuara. Sedang Clara merangkulku erat, mencoba menenangkanku. Tak terasa air
mataku menetes.
Ketakutanku bukannya tak beralasan,
sebelum teman-temanku kuceritakan bahwa tadi malam Jordan menyatakan
perasaannya padaku dan aku menolaknya. Pagi ini, Gladis datang ke kelasku.
Gladis, pemimpin kelompok Cheers di
sekolahku mendatangiku saat melihat aku memasuki kelasku. XII Ipa 6. Dia marah-marah
padaku.
”Lo ga tau diri ya Cha!!” Gladis
menarik rambutku.
”Aw!!”
”Udah tau Jordan sayang ma lo, tapi
lo..... Lo tu ga tau diri ya!! Gue yang suka ma Jordan sedih ngeliat Jordan,
gue sakit... Sakit!!” Gladis berteriak sambil menangis. ”Gue udah cukup menahan
sakit hati gue waktu Jordan cerita dia suka lo. Tapi gue bener-bener ga terima
lo buat Jordan jadi gitu sekarang.”
”Emang Jordan
kenapa..?”suaraku pelan.. Aku mulai khawatir akan keadaan Jordan.
”Alah!! Ga usah sok deh
lo! Lo tu puas kan dah bisa buat Jordan suka sama Lo. Dan setelah Lo berhasil
Lo tolak gitu aja!! Emang ya Lo,, sok alim tau ga!!”
”Dis, lo jangan
gitu dong..! Parah banget sih lo. Kalo Echa nolak Jordan berarti dia ga suka ma
Jordan, jangan maksain kehendak gitu aja!” Bela Fabian.
”Lo ga usah ikut campur deh Fabian. Ini ga
da urusannya sama sekali ama lo!”
”Gladis. Sebaiknya lo pergi deh
sekarang atau gue panggilin kepala sekolah!” Clara berusaha berkata dengan
tenang tetapi penuh penekanan.
”Mau ngadu lo
ya..Dasar!!” Gladis berlalu karena tak mau masalah ini jadi tambah panjang
kalau sampai ke telinga kepala sekolah. Karena pastinya akan sampai juga ke
telinga kedua orang tua Gladis. Dan mereka akan sangat malu dengan tingkah anak
gadis mereka yang terkenal baik ternyata mampu marah-marah di hadapan banyak
orang.
”Cha, tenang ya....!!!” Teman-teman
akrabku berusaha menenangkanku. Bahkan semua teman sekelasku yang sudah datang
pagi itu.
Oh
Tuhan,, berdosakah aku pada Jordan ??
**
Hari Minggu ini aku tidak beranjak
dari depan TV. Sebenarnya aku tidak fokus dengan TV, tetapi melayangkan
pikiran-pikiranku pada Dio dan Jordan.
”Dek, Dio mau menikah.” Kakakku
mengagetkanku dengan tiba-tiba duduk di sebelahku.
”Hah?” Aku terkejut setengah mati.
Kata-kata kakakku membuyarkan lamunanku. Hatiku benar-benar tak karuan,
perasaanku bergejolak. Naluriku ingin memberontak bahwa apa yang kudengar
hanyalah angin yang berdesir dan segera berlalu.
”Sebenarnya Dio menolak dek. Tapi
karena pertimbangan usaha orang tuanya dia menerima. Padahal Dio
suka cewek lain, dia suka Laura.”
Aku menatap kakakku. Dekat. Dia pun
menatapku. Aku tau bahwa dia mengetahui perasaanku, mengetahui kegundahan
hatiku. Mengerti bahwa aku menyimpan perasaan yang begitu dalam pada sahabat
kakakku. Tren Dio Vaza.
Kakakku merangkul bahuku karena aku
terlalu lama terdiam, terpaku. Aku tambah makin tak karuan setelah mendengar Dio
menyukai orang lain. Aku lemas. Kakiku mendadak terasa dingin bagai terendam
air es.
”Kak.....” aku
ingin mengatakan sesuatu tapi aku benar-benar tak kuasa untuk mengucapkannya.
”Heh? Kenapa? Adek,,
yang semangat ya!!” kakakku mengusap rambutku kemudian beranjak dari sofa empuk
yang dia duduki.
Aku tau kalau dia akan membiarkanku
menenangkan diri tapi aku menarik tangannya, mengisyaratkan bahwa aku tak mau
dia berlalu. ”Kak...”
Dia kembali
duduk, ”Ada apa dek??”
”Kak, kamu tau sesuatu kan?”
”Aku kakakmu,
mungkin aku bisa menangkap sorot matamu. Tapi, aku tak mengerti. Aku hanya bisa
menebak. Tapi aku ga mau berspekulasi.” Dengan bijak dia menjelaskan padaku.
”Kak, aku mencintai..... Dio.” Aku
tak ragu lagi mengungkapkannya. Selama ini aku terdiam perihal aku mencintai
Dio dari keluargaku. Tapi, kali ini aku mengatakannya pada kakakku. Dan aku
mulai menangis di bahu kakakku.
”Dek, aku tahu rasanya. Aku
mengerti.. Karena terlalu lama menyimpan dan memendam perasaan membuat banyak
orang tertipu dengan semuanya. Bahkan tak ada yang tau...”
Aku menatap kakakku. Terlihat
gurat-gurat kesedihan di wajah tampannya.
”Kak, siapa calonnya?” Desahku. Aku
mulai berani bersuara. Walau aku takut mendengarnya tapi aku berusaha tabah.
Membangun kekuatan karena pasti akan lebih sakit saat melihat Dio bersanding
dengan cewek lain.
”Shandy...” Kakakku menunduk.
”Shandy Amanditta...”
”Hah?” Aku melotot tajam, kaget.
Betapa aku dan kakakku memendam kesakitan.
Shandy
Amanditta tak lain adalah cewek yang dicintai kakakku. Namun, dia tak berani
mengungkapkan karena menunggu berlimpah materi (bukan dari orang tua), baru mengungkapkan
perasaannya pada Shandy bahwa Shandy adalah bagian dari hidupnya. Dia juga tak
menceritakan perasaannya pada siapapun kecuali padaku. Aku yang memendam
rahasianya. Aku yang akhirnya juga sama-sama terjatuh dengan kakakku.
Tuhan,
mengapa ini terjadi? Aku dan Kakakku harus mengakhiri harapan akan kasih suci
cinta yang selalu dijaga dalam hati. Kenapa?? Kenapa seperti ini?? Jelas-jelas bukan ini yang kuinginkan dan
kakakku inginkan. Apa aku terlalu banyak menuntut padaMu Tuhan??
Semoga memang benar akan ada kasih dari orang yang pantas
mendampingi kita berdua. Amin...!!!
***
Thanks for reading this.. please leave your comment.. i fell very honored :)
ReplyDelete