A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pusat
kota mempunyai fungsi melayani daerah yang mempunyai hirarki di bawahnya.
Hubungan antara hirarki tertinggi dengan hirarki di bawahnya akan
memperlihatkan adanya interaksi keruangan. Interaksi keruangan dapat berupa
akses dari daerah dengan hirarki di bawahnya dalam hal mengakses sarana dan
prasarana dari pusat kota. Interaksi keruangan bisa pula terjadi dalam aspek
ekonomi dimana masyarakat pada daerah pedesaan dapat menjual hasil buminya di
kota dan hasil produksi barang dan jasa dari pusat kota dapat ditawarkan pada
masyarakat desa. Atau mungkin dalam aspek sosial dimana tenaga kerja industri
kota biasanya berasal dari masayarakat desa yang berniat mencari penghidupan
yang layak di pusat kota.
Interaksi
keruangan dapat memberikan dampak positif dalam mendukung perkembangan wilayah.
Hal ini dikarenakan wilayah tidak dapat berdiri sendiri, saling berinteraksi
dan memberikan timbal balik yang positif atau bahkan dengan adanya interkasi
keruangan antar kota A dan Kota B, mengakibatkan interaksi antara Kota A dan
Kota C berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi adalah
interaksi negatif.
Kabupaten
Brebes merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah yang
terdiri dari 3 satuan wilayah
pembangunan (SWP). SWP I merupakan pusat pengembangan di Kota Brebes sebagai
titik pertumbuhan Wilayah Pantai Utara (Pantura) terdiri dari Kec. Brebes, Kec.
Wanasari, Kec. Bulakamba, Kec. Tanjung, dan Kec. Losari; SWP II dengan pusat
pengembangan di Kota Ketanggungan sebagai titik pertumbuhan Wilayah Tengah
meliputi Kec. Jatibarang, Kec. Songgom, Kec. Larangan, Kec. Ketanggungan, Kec.
Kersana, Kec. Banjarharjo; serta SWP III dengan pusat pengembangan di Kota
Bumiayu sebagai titik pertumbuhan Wilayah Selatan yang terdiri dari Kec.
Tonjong, Kec. Bumiayu, Kec. Sirampog, Kec. Paguyangan, Kec. Bantarkawung, dan
Kec. Salem.
Keterkaitan
antara kecamatan di Kabupaten Brebes antara lain dalam hal mengakses sumberdaya
baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Keterkaitan antar kecamatan
dipengaruhi oleh jarak antar kecamatan dimana kecamatan dengan jarak paling
dekat maka diasumsikan mempunyai interaksi keruangan yang erat.
Dalam
laporan ini akan dibahas mengenai interaksi keruangan pada satuan wilayah pengembangan
(SWP) SWP I yaitu Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba,
Kecamatan Tanjung, dan Kecamatan Losari. Pemilihan SWP I sebagai wilayah
pembahasan dalam laporan ini dikarenakan SWP I merupakan pusat Kabupaten Brebes
sehingga interaksi yang terjadi antar pusat SWP I yaitu Kecamatan Brebes dengan
kecamatan lainnya cukup kuat. Hal ini akan dianalisis lebih lanjut seberapa
tingginya tingkat interaksi keruangan antar setiap kecamatan dalam SWP I.
2. Tujuan dan Sasaran
Dalam laporan ini, akan dibahas
mengenai interaksi keruangan antar setiap kecamatan pada SWP I dengan pusat SWP
I yaitu Kecamatan Brebes. Untuk mencapai tujuan tersebut, akan dijabarkan
menjadi tujuan antara (sasaran) agar dapat lebih terstruktur dalam pencapaian
tujuan utama. Berikut adalah sasarannya:
a. Teridentifikasinya
karakteristik SWP I di Kabupaten Brebes
b. Teridentifikasinya potensi yang menjadi alasan
terjadinya interaksi antar setiap kecamatan dalam SWP I dengan Kota Brebes yang
merupakan pusat SSWP I.1 dan Kota Tanjung yang merupakan kota pusat SSWP I.2.
c. Teranalisisinya
ukuran interaksi keruangan dan titik henti.
d. Tersusunnya
kesimpulan
B. KAJIAN
LITERATUR : INTERAKSI KERUANGAN
Analisis keruangan merupakan
analisis lokasi yang menitikberatkan pada tiga unsur, yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan
(movement).
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengukur apakah kondisi yang ada sesuai
dengan struktur keruangan dan menganalisis interaksi antar unit keruangan, yang
didasarkan pada adanya tempat yang menjadi pusat kegiatan bagi tempat lain dan
adanya hirarki diantara tempat-tempat tersebut.
Dalam
suatu wilayah, terdapat keterkaitan antara satu pusat dengan wilayah
sekelilingnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak setiap barang atau jasa
berada di setiap tempat. Hal ini sesuai dengan Central Place Theory yang telah dikemukakan
oleh Walter Christaller, dimana perkembangan tempat pusat (sentral) tergantung
pada konsumsi barang, yang dipengaruhi faktor penduduk, permintaan, penawaran,
harga, kondisi wilayah, dan transportasi.
Suatu wilayah dapat dikatakan
sebagai pusat dari wilayah lain apabila wilayah tersebut memiliki kelebihan
dibanding yang lain, misalnya memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani
kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk pada radius
tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang
diperlukan.
Menurut
Morlok, akibat adanya perbedaan tingkat kepemilikan sumberdaya dan keterbatasan
kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah, menyebabkan
terjadinya pertukaran barang, orang, dan jasa antar wilayah. Perpindahan dari
satu tempat ke tempat lain ini melalui jalur tertentu, yaitu suatu jaringan (network) dalam ruang, yang dapat berupa
jaringan jalan. Sedangkan menurut Hurst, interaksi antar wilayah terlihat pada
keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa.
Transportasi merupakan hal terpenting karena sistem transportasi dikembangkan
untuk menghubungkan dua lokasi dan untuk memindahkan orang atau barang dari
satu tempat ke tempat lain, sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Sedangkan pergerakan pada dasarnya
terjadi karena manusia senantiasa bergerak karena proses pemenuhan kebutuhan. Pergerakan
ini terjadi karena tidak semua kebutuhan manusia tersedia di satu tempat,
tetapi menyebar secara tidak merata dalam suatu ruang. Untuk melakukan
pergerakan tersebut, penduduk dapat melakukannya dengan transportasi atau tanpa
transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan yang dilakukan tanpa transportasi
biasanya berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan menggunakan transportasi
biasanya berjarak sedang atau jauh.
Hal terpenting dari transportasi
adalah aksesibilitas, artinya kemampuan atau keadaan suatu wilayah untuk dapat
diakses oleh pihak luar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan
adanya aksesibilitas yang baik juga akan mendorong pihak swasta untuk
menanamkan modalnya dalam rangka pengembangan wilayah.
Pergerakan ini mempunyai dua
variabel utama, yaitu asal dan tujuan. Asal merupakan tempat awal dari
pergerakan tersebut dimulai. Sedangkan tujuan adalah tempat akhir yang ingin
dituju dari pergerakan tersebut. Misalnya, asalnya dari rumah dan tujuannya
adalah bekerja. Perbedaan pergerakan dapat disebabkan karena adanya perbedaan supply dan demand.
Menurut
Ullman, terdapat tiga kondisi yang mendukung terjadinya interaksi keruangan,
yaitu :
o Complementarity atau ketergantungan karena adanya perbedaan supply dan demand antar daerah.
Semakin besar komplementaritas, maka semakin besar interaksi yang terjadi.
o Intervening opportunity atau tingkat
peluang yang merupakan daya tarik untuk dipilih menjadi daerah tujuan
perjalanan. Semakin besar intervening
opportunity, maka semakin kecil interaksi yang terjadi.
o
Transferability
atau tingkat peluang untuk diangkut atau dipindahkan dari suatu tempat ke
tempat lain, yang dipengaruhi oleh jarak dan berkaitan dengan biaya dan waktu.
Untuk menghitung seberapa besar kuat
interaksi ruang antara dua wilayah, maka digunakan model gravitasi.
Rumus :
Iij = PiPj / (dij)^b
Ket :
Iij =
Interaksi dua area i dan j
Pi =
Jumlah penduduk i
Pj =
jumlah penduduk j
dij =
jarak antar area i dan j
b =
eksponen jarak
Untuk menghitung titik henti digunakan rumus :
THy = j / (1+ akar pangkat b dari (Px/Py)
Ket :
Thy =
titik henti
j =
jarak antara kota x dan y
Px =
penduduk kota x
Py =
penduduk kota y
Dalam fisika, model gravitasi
merupakan daya tarik-menarik antara dua kutub magnet. Sedangkan dalam hal ini,
model gravitasi memberikan gambaran mengenai pola perjalanan di daerah tertentu
pada saat tertentu. Model ini juga
sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah
pengaruh dari potensi tersebut, sehingga dapat digunakan untuk menentukan
lokasi yang optimal.
C. PENTINGNYA ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN DALAM
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Dalam
perencanaan wilayah dan kota, interaksi keruangan dapat menjadi dasar dalam
menyusun dokumen rencana. Hal ini dikarenakan interaksi menunjukkan seberapa
kuat hubungan dan pelayanan dari kota pusat pelayanan, apakah sudah mampu
melayani kota maupun desa yang ada di sekitarnya. Serta dapat membandingkan
besarnya interaksi antara dua pusat kota atau lebih yang menjadi pusat pelayanan sehingga kota di
sekitarnya dapat ditentukan masuk ke dalam jangkauan kota pusat pelayanan yang
mana.
Selain
itu, interaksi juga dipengaruhi oleh jarak antara dua kota serta populasi yang
merupakan massa kota. Semakin besar populasi semakin besar kemungkinan
interaksi yang terjadi sedangkan semakin besar jarak semakin kecil interaksi
yang terjadi. Sehingga untuk memperbesar interaksi dapat ditempuh dengan
memperpendek jarak antara kedua kota melalui pembangunan akses baru. Selain
itu, interaksi juga terjadi karena adanya potensi baik secara sosial, ekonomi
maupun sumber daya baik sumber daya alam maupun sumberdaya manusia. Maka untuk
meperbesar interaksi dapat dengan meningkatkan potensi. Sebagai contoh, Kota
Brebes memiliki industri pengolahan bawang merah yang membutuhkan tenaga
pengolah dan bahan baku dari kecamatan lain. Maka untuk memperbesar interaksi
antara kedua kota perlu ditempuh dengan cara meningkatkan potensi pertanian
bawang merah agar dapat meningkatkan pendapatan daerah.
Interaksi
yang terlalu besar dan tida terdapat hubungan timbal balik antara kedua kota, juga
menunjukkan bahwa kota tidak mempunyai kemandirian. Dengan mengetahui tingkat
ketergantungan suatu kota dari adanya interaksi, maka dapat memberikan
penilaian mengapa terjadi ketergantungan. Oleh karena itu, diperlukan
penggalian potensi daerah yang dapat dikembangkan sehingga mengurangi
ketergantungan dengan tujuan bukan untuk mengurangi interaksi. Karena dua kota
yang berdekatan pasti mempunyai interaksi keruangan.
D. ANALISIS
INTERAKSI KERUANGAN
1.
Karakteristik SWP I
Ruang
lingkup spasial dalam laporan ini adalah SWP I Kabupaten Brebes yang terdiri
dari Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan
Tanjung, dan Kecamatan Losari.
Sumber
: Bappeda Kabupaten Brebes, 2008
Gambar 1. Peta SWP I Kabupaten Brebes
Dalam
RTRW Kabupaten Brebes Tahun 2008-2029, SWP I merupakan pusat pengembangan di
Kota Brebes sebagai titik pertumbuhan Wilayah Pantai Utara (Pantura). SWP I
terdiri atas 2 (dua) subsatuan wilayah pengembangan (SSWP) yaitu SSWP I.1 yang terdiri
dari Kecamatan Brebes, Wanasari dan Bulakamba dengan aktivitas pemerintahan,
perdagangan dan jasa, industri, permukiman, pengelolaan kawasan pesisir dan
pertanian. Kota Pusat pelayanan SSWP I.1 adalah Kota Brebes. Sedangkan SSWP I.2
meliputi Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Losari dengan kota pusat pelayanan
SSWP I.2 adalah Kota Tanjung, aktivitas berupa aktivitas perdagangan dan jasa,
konservasi kawasan pesisir dan pertanian.
2. Potensi
yang menjadi alasan terjadinya interaksi antar setiap kecamatan dalam SWP I
dengan Kecamatan Brebes yang merupakan pusat SWP I.
Kecamatan Bulakamba, Losari dan
Tanjung mempunyai potensi di bidang pertanian lahan basah. Sedangkan Kecamatan
Wanasari berpotensi dalam pertanian lahan kering. Sedangkan Kecamatan Brebes berpotensi
dalam pengembangan budidaya peternakan. Di sepanjang jalan arteri primer
diperuntukkan untuk pengembnagan kawasan industri besar dan menengah. Interaksi
antar kecamatan dalam SWP I cenderung pada aktivitas perekonomian dimana hasil
pertanian dari keempat kecamatan dijual salah satunya ke Kecamatan Brebes,
sedangkan kecamatan Brebes yang merupakan kota pusat pengembangan mempunyai
fasilitas umum yang lengkap, sehingga menjadi tujuan bagi para masyarakat
Kecamatan sekitar untuk mengakses fasilitas yang ada. (RTRW Kabupaten Brebes
Tahun 2008-2027)
3. Analisis interaksi keruangan
Untuk
menghitung interaksi keruangan antar kecamatan,diperlukan data mengenai jumlah
penduduk serta jarak antar kota yang akan dianalisis. Data jumlah penduduk
merupakan gambaran massa perkotaa sedangkan jarak menjadi gambaran sejauh mana
masyarakat, barang dan jasa melakukan perpindahan. Berikut data jumlah penduduk,
Tabel 1. Jumlah Penduduk di Kecamatan Brebes,
No
|
Kecamatan
|
Jumlah
Penduduk (jiwa)
|
1
|
Brebes
|
156116
|
2
|
Wanasari
|
138438
|
3
|
Bulakamba
|
158560
|
4
|
Losari
|
124345
|
5
|
Tanjung
|
96825
|
Sumber : Daerah Dalam Angka Kabupaten Brebes, 2010
Sedangkan jarak antar kecamatan
terdapat pada matriks di bawah ini,
Brebes
|
Wanasari
|
Bulakamba
|
Losari
|
Tanjung
|
|
Brebes
|
0
|
2.98
|
10.84
|
25.78
|
21.79
|
Wanasari
|
2.98
|
0
|
7.86
|
27.49
|
23.28
|
Bulakamba
|
10.84
|
7.86
|
0
|
15.30
|
10.70
|
Losari
|
25.78
|
27.49
|
15.30
|
0
|
4.98
|
Tanjung
|
21.79
|
23.28
|
10.70
|
4.98
|
0
|
Sumber : Daerah Dalam Angka Kabupaten Brebes, 2010
Analsis Interaksi Keruangan : Model Gravitasi
Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan rumus gravitas
Dimana jarak antara dua kota berbanding terbalik dengan
interaksi, sehingga semakin besar jarak antara kedua kota, maka interaksinya
semakin rendah dan apabila semakin kecil jarak antara kedua kota, maka
interaksinya semakin tinggi. Sedangkan besarnya interaksi berbanding lurus
dengan banyaknya populasi. Semain besar populasi, semakin tinggi interaksi, dan
sebaliknya.
Berikut adalah hasil perhitungan interaksi
keruangan antara Kota Brebes yang merupakan kota pusat pelayanan SSWP I.1
dengan kecamatan lainnya serta interaksi
keruangan antara Kota Tanjung sebagai kota pusat pelayanan SSWP 1.2
Tabel
3. Besarnya Interaksi Keruangan dengan Kota Brebes
|
Kecamatan
|
Interaksi dengan Kota Brebes
|
Interaksi dengan Kota Tanjung
|
Keterangan
|
Wanasari
|
2,433,717,716.32
|
24,733,004.14
|
Interaksi Wanasari dengan Brebes lebih besar daripada
interaks dengan kota Tanjung
|
Bulakamba
|
210,660,197.98
|
134,095,309.63
|
Interaksi Bulakamba dengan Brebes lebih besar daripada
interaksi dengan Kota Tanjung
|
Losari
|
29,208,544.49
|
485,464,130.62
|
Interaksi Losari dengan Brebes lebih kecil dari interaksi
dengan kota Tanjung
|
Tanjung
|
31,836,144.00
|
-
|
Sumber : Analisis Penyusun, 2013
Interaksi
keruangan Kota Brebes terhadap kecamatan Wanasari dan Kecamatan Bulakamba lebih
besar dibandingkan interaksi Kota Tanjung terhadap Kecamatan Wanasari dan
Kecamatan Bulakamba. Hal ini sesuai dengan RTRW Kabupaten Brebes tahun
2008-2027 yang menyatakan bahwa Kecamatan Bulakamba dan Kecamatan Wanasari
masuk dalam pelayanan SSWP I1. Sedangkan interaksi keruangan Kecamatan Losari
dengan Kota Brebes lebih rendah dibandingkan dengan Kota Tanjung, sehingga
Kecamatan Losari masuk dalam jangkauan pelayanan SSWP I.2 yang berpusat di Kota
Tanjung.
Analisis
Interaksi Keruangan : Titik Henti
Sedangkan
untuk titik henti interaksi antara kecataman dengan kota-kota pusat pelayanan
SSWP I baik SSWP I.1 maupun SSWP I.2 berdasarkan perhitungan adalah
Tabel
4. Titik Henti pelayanan dari kota pusat SSWP I
Kecamatan
|
Titik Henti dengan Kota Brebes
|
Prosentase Terhadap Jarak
dengan kota pusat pelayanan (%)
|
Titik Henti dengan Kota
Tanjung
|
Prosentase Terhadap Jarak
dengan kota pusat pelayanan
(%)
|
Wanasari
|
1.535132907
|
51,51
|
10.60
|
45.54
|
Bulakamba
|
5.398944118
|
49.81
|
4.69
|
43.87
|
Losari
|
13.62219287
|
52.84
|
2.33
|
46.88
|
Tanjung
|
12.19020979
|
55.94
|
Sumber : Analisis Penyusun, 2013
Berdasarkan perhitungan di atas, titik henti dari Kota Brebes untuk pelayan Losari berhenti di Kecamatan Bulakamba dan bertemu dengan pelayanan dar Kota Tanjung ke Bulakamba dan Ke Wanasari. Dikarenakan interaksi dari Kota Brebes terhadap Losari hanya berhenti di Kecamatan Bulakamba, maka kecamatan Losari masuk dalam pusat pelayanan Kota Tanjung. Hal ini sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten Brebes Tahun 2008-2027 yang membagi SWP I ke dalam dua subsatuan pengembangan wilayah dimana SSWP I.1 berpusat di Kota Brebes dan SSWP I.2 berpusat di Kota Tanjung.
E. KESIMPULAN
Interaksi
keruangan merupakan hubungan antara dua kota yang dapat menunjukkan keterkaitan
keduanya dalam hal sosial, ekonomi maupun akses terhadap fasilitas umum.
Interaksi keruangan yang besar menunjukkan bahwa keterkaitan kedua kota sangat
erat. Sedangkan untuk interaksi yang bernilai rendah menunjukkan bahwa
interaksi keruangan antara keduanya tidak begitu erat. Interaksi keruangan
memiliki jangkauan yang diukur dan disebut titik henti. Dengan titik henti,
dapat terlihat seberapa jauh jangkauan dari kota yang menjadi pusat pelayanan
ke kota sekitarnya.
Pada
dasarnya interaksi keruangan lebih digunakan untuk mengukur keterkaitan antara
kedua kota dan jangkauan pelayanan dari kota pusat pelayanan sehingga kota yang
tidak terjangkau dan mempunyai interaksi yang kecil terhadap kota pusat
pelayanan maka tidak disertakan dalam kelompok satuan wilayah pengembangan
tersebut.
Interaksi
di Kabupaten Brebes selain dipengaruhi oleh potensi daerah juga dipengaruhi
oleh jarak dan besarnya populasi. Interaksi berbanding lurus dengan jumlah
populasi dan berbading terbalik dengan jarak.
sangat membantu untuk referensi tugas
ReplyDeletePak Wilson.. baru tau kalo ninggalin komen.. :)
ReplyDeletepak wilson awas tugasnya plagiat...
ReplyDeleteI LIKE YOUR BLOCK
ReplyDelete