Menurut
prediksi World Bank Report 2008 penduduk kota bertambah sekitar 80%. Hal ini
dikarenakan adanya proses migrasi berupa perpindahan penduduk dari desa ke
kota. Mayoritas masyarakat pedesaan melakukan migrasi ke perkotaan karena
kelengkapan infrastruktur perkotaan dan mencari kehidupan yang lebih baik. Kota
masih dianggap sebagai tempat yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
Semakin
adanya perubahan di kawasan perkotaan merupakan proses dari urbanisassi itu
sendiri. Dimana urbanisasi merupakan transformasi atau perubahan secara fisik,
sosial dan ekonomi. Pertumbuhan kota juga dipengaruhi oleh competitive advantage. Competitive
advantage ini dianggap sebagai kelebihan yang membedakan antara kota dan
desa seperti kelengkapan infrastruktur penunjang aktivitas manusia, kondisi
topografi dan kelebihan lain yang menjadikan kota menjadi tumbuh dan
berkembang. Competitive advantage
berupa perbedaan ketersediaan sumber daya dan kemudahan aksesibilitas. Potensi tersebut
mendorong semakin banyaknya upaya pelestarian kota tanpa harus merusak
keseimbangan alam.
Pertumbuhan
kota juga ditandai dari peningkatan jumlah penduduk yang mengakibatkan
aktivitas sosial ekonomi meningkat. Peningkatan aktivitas ini mendorong
pembangunan infrastruktur penunjang aktivitas. Kebutuhan akan ruang pun semakin
bertambah sehingga lahan terbangun menjadi semakin luas. Kota tumbuh dan
berkembang hingga mencapai daerah hinterlandnya. Kota yang berkembang biasanya
dilihat dari luasan lahan terbangun. Hal ini dikarenakan pertumbuhan kota
secara horizontal merupakan keadaan yang sempurna. Akan tetapi, jika hal ini
terus menerus dilanjutkan, maka dikhawatirkan jumlah lahan terbangun melebihi
kapasitas yang seharusnya dan lahan non terbangun menjadi kecil luasannya. Sehingga
perencanaan kota sekarang ini lebih ke arah vertikal (highrise building).
Menurut
Kevin Lynch, unsure pembentuk struktur tata ruang kota adalah path, edge,
district, node, dan landmark. Dalam buku Struktur Tata Ruang Kota oleh Hadi
Sabari Yunus, 2005 dituliskan struktur ruang kota antara lain bentuk Konsentris
(Burgess, 1925), bentuk Sektoral (Hoyt, 1939), Multiple Nuclei (Harris dan Ullman, 1945). Menurut Doxiadis
perkotaan atau permukiman sebagai gabungan kelima unsur yaitu alam, aindividual
manusia, masyarakat, ruang kehidupan dan jaringan. Tanpa kelima hal tersebut,
suatu kawasan tidak dapat disebut sebagai kota. Sedangkan menurut Kus Hadinoto
(1970-an) kota sebagai wisma, karya, marga, suka, dan penyempurna sebagai
kelima unsur yang dapat dijadikan sebagai referensi pengertian kota. Sedangkan
menurut Geddes, kawasan dapat disebut sebagai permukiman jika dapat dihuni,
sebagai tempat kerja dan tempat untuk bermasyarakat. Dalam buku Struktur Tata
Ruang Kota, pendekatan yang dapat dilakukan untuk melihat struktur kota adalah
pendekatan ekologi, pendekatan ekonomi, pendekatan morfologi.
Dalam kebutuhan akan ruang
kota dan wilayah , akan muncul demand akan ruang dan supply yang tersedia
berupa lahan. Kemudian dari kebutuhan tersebut, aktivitas yang ada pasti
membutuhkan ruang sehingga mendorong sektor lain ikut berkembang mencari ruang
yang mampu menampung aktivitas masyarakat. Pertumbuhan sektor baru
mengakibatkan munculnya pusat baru (multiple
nuclei) dan kawasan lain sebagai kawasan pendukung. Pertumbuhan inilah yang
menjadikan kota tumbuh dan menciptakan struktur ruang kota yang baru. Dalam hal
inilah perencanaan kota berbicara agar pertumbuhan kota tidak berkesan
semena-mena terhadap lingkungan yang ada dan tidak mengakibatkan terjadinya urban sprawl atau pertumbuhan kota yang
tidak terkendali seperti di negara-negara yang masih berkembang seperti
Indonesia.
Bentuk kota dan struktur
kota tidak begitu saja diartikan sama, Bentuk kota lebih pada karakter fisik
seperti bentang alam dan non-fisik yang muncul akibat aktivitas penduduknya.
Sedangkan struktur kota lebih tercermin dari pola perkembangan kota yang dapat
diprediksi dalam jangka panjang. Prediksi jangka panjang inilah yang dapat
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan untuk merencanakan kota yang lebih
efisien. Disinilah peran stakeholder khususnya pemegang birokrasi dan regulasi
agar membuat kebijakan yang sesuai demi terlaksananya pembangunan kota yang
berkelanjutan.
Sumber :
Yunus, Hadi Sabari. Struktur Tata Ruang Kota.
No comments:
Post a Comment