Saturday, May 4, 2013

“STRUKTUR TATA RUANG DAN BENTUK KOTA”


            Menurut prediksi World Bank Report 2008 penduduk kota bertambah sekitar 80%. Hal ini dikarenakan adanya proses migrasi berupa perpindahan penduduk dari desa ke kota. Mayoritas masyarakat pedesaan melakukan migrasi ke perkotaan karena kelengkapan infrastruktur perkotaan dan mencari kehidupan yang lebih baik. Kota masih dianggap sebagai tempat yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
           Semakin adanya perubahan di kawasan perkotaan merupakan proses dari urbanisassi itu sendiri. Dimana urbanisasi merupakan transformasi atau perubahan secara fisik, sosial dan ekonomi. Pertumbuhan kota juga dipengaruhi oleh competitive advantage. Competitive advantage ini dianggap sebagai kelebihan yang membedakan antara kota dan desa seperti kelengkapan infrastruktur penunjang aktivitas manusia, kondisi topografi dan kelebihan lain yang menjadikan kota menjadi tumbuh dan berkembang. Competitive advantage berupa perbedaan ketersediaan sumber daya dan kemudahan aksesibilitas. Potensi tersebut mendorong semakin banyaknya upaya pelestarian kota tanpa harus merusak keseimbangan alam.
     Pertumbuhan kota juga ditandai dari peningkatan jumlah penduduk yang mengakibatkan aktivitas sosial ekonomi meningkat. Peningkatan aktivitas ini mendorong pembangunan infrastruktur penunjang aktivitas. Kebutuhan akan ruang pun semakin bertambah sehingga lahan terbangun menjadi semakin luas. Kota tumbuh dan berkembang hingga mencapai daerah hinterlandnya. Kota yang berkembang biasanya dilihat dari luasan lahan terbangun. Hal ini dikarenakan pertumbuhan kota secara horizontal merupakan keadaan yang sempurna. Akan tetapi, jika hal ini terus menerus dilanjutkan, maka dikhawatirkan jumlah lahan terbangun melebihi kapasitas yang seharusnya dan lahan non terbangun menjadi kecil luasannya. Sehingga perencanaan kota sekarang ini lebih ke arah vertikal (highrise building).
            Menurut Kevin Lynch, unsure pembentuk struktur tata ruang kota adalah path, edge, district, node, dan landmark. Dalam buku Struktur Tata Ruang Kota oleh Hadi Sabari Yunus, 2005 dituliskan struktur ruang kota antara lain bentuk Konsentris (Burgess, 1925), bentuk Sektoral (Hoyt, 1939), Multiple Nuclei (Harris dan Ullman, 1945). Menurut Doxiadis perkotaan atau permukiman sebagai gabungan kelima unsur yaitu alam, aindividual manusia, masyarakat, ruang kehidupan dan jaringan. Tanpa kelima hal tersebut, suatu kawasan tidak dapat disebut sebagai kota. Sedangkan menurut Kus Hadinoto (1970-an) kota sebagai wisma, karya, marga, suka, dan penyempurna sebagai kelima unsur yang dapat dijadikan sebagai referensi pengertian kota. Sedangkan menurut Geddes, kawasan dapat disebut sebagai permukiman jika dapat dihuni, sebagai tempat kerja dan tempat untuk bermasyarakat. Dalam buku Struktur Tata Ruang Kota, pendekatan yang dapat dilakukan untuk melihat struktur kota adalah pendekatan ekologi, pendekatan ekonomi, pendekatan morfologi.
Dalam kebutuhan akan ruang kota dan wilayah , akan muncul demand akan ruang dan supply yang tersedia berupa lahan. Kemudian dari kebutuhan tersebut, aktivitas yang ada pasti membutuhkan ruang sehingga mendorong sektor lain ikut berkembang mencari ruang yang mampu menampung aktivitas masyarakat. Pertumbuhan sektor baru mengakibatkan munculnya pusat baru (multiple nuclei) dan kawasan lain sebagai kawasan pendukung. Pertumbuhan inilah yang menjadikan kota tumbuh dan menciptakan struktur ruang kota yang baru. Dalam hal inilah perencanaan kota berbicara agar pertumbuhan kota tidak berkesan semena-mena terhadap lingkungan yang ada dan tidak mengakibatkan terjadinya urban sprawl atau pertumbuhan kota yang tidak terkendali seperti di negara-negara yang masih berkembang seperti Indonesia.
Bentuk kota dan struktur kota tidak begitu saja diartikan sama, Bentuk kota lebih pada karakter fisik seperti bentang alam dan non-fisik yang muncul akibat aktivitas penduduknya. Sedangkan struktur kota lebih tercermin dari pola perkembangan kota yang dapat diprediksi dalam jangka panjang. Prediksi jangka panjang inilah yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan untuk merencanakan kota yang lebih efisien. Disinilah peran stakeholder khususnya pemegang birokrasi dan regulasi agar membuat kebijakan yang sesuai demi terlaksananya pembangunan kota yang berkelanjutan.

Sumber :
Yunus, Hadi Sabari. Struktur Tata Ruang Kota. 

No comments:

Post a Comment