Dalam
mendefinisikan kemiskinan, dapat menggunakan dua pendekatan secara umum yaitu
secara ekonomi dan anthropologi. Pendekatan ekonomi mendefinisikan bahwa konsumsi atau pengeluaran untuk indikator
sosial seperti harapan hidup, kematian bayi, nutrisi, proporsi dana rumah
tangga untuk makanan, buta huruf, rata-rata tingkat pendidikan, akses kesehatan
dan air bersih digunakan untuk mengklasifikasikan kelompok masyarakat miskin di
bawah index of material welfare. Pandangan
lain dari segi rural anthropologists dan social planners yang meneliti komunitas
pedesaan menyebutkan bahwa variasi lokal dapat berpengaruh pada definisi
kemiskinan mencakup kekurangan non-material dan perbedaan status sosial. (Wratten
1995; Satterthwaite 1995).
Pendekatan
anthropologi menyebutkan bahwa kemiskinan tidak hanya diukur dari aset
kepemilikan melainkan juga dari nilai-nilai yang merupakan dimensi kualitatif
seperti kebebasan, keamanan, harga diri, hubungan sosial, kebebasan pengambilan
keputusan, penjaminan hak oleh UU dan hak politik.
Pengertian
kemiskinan secara lebih subyektif mempunyai 3 konsep yaitu vulnerability, entitlement dan
social exclusion. Ketiga hal ini biasa digunakan dalam menganalisis lebih
lanjut mengenai peningkatan risiko dari kemiskinan serta penyebab kemiskinan
(Chambers, 1995).
Vulnerability adalah defencelessness, insecurity dan
exposure to risk, shocks and stress
serta dapat dikurangi dengan kepemilikan aset seperti investasi dan asuransi
kesehatan serta pendidikan, aset produktif, aset uang maupun emas. Entitlement adalah cara komplek
seseorang maupun rumah tangga dalam menggunakan sumber daya dalam jangka
panjang. Social exclusion adalah ketidakmampuan
seseorang maupun kelompok dalam berinteraksi sehingga tidak mampu mengakses
barang maupun pelayanan publik. (ILO,
1996).
World
Bank menyebutkan bahwa kemiskinan adalah fenomena multidimensional. Dimana
masyarakatnya hidup dengan banyak kekurangan seperti: limited access to employment opportunities and income, inadequate and
insecure housing and services, violent and unhealthy environments, little or no
social protection mechanisms, and limited access to adequate health and
education opportunities
Masyarakat
tentu memiliki hak dalam mengakses kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidupnya.
Kondisi dimana kebutuhan dasar tidak dapat terpenuhi menunjukkan bahwa itulah
kemiskinan. World Bank menyebutkan bahwa pada tahun 2001, rata-rata masyarakat
miskin tinggal di negara-negara berkembang dan lebih dari 1 milyar penduduk
hidup dalam kemiskinan yang ekstrim dimana penghasilan tidak lebih dari US$1 perhari dan hampir setengah dari populasi
penduduk dunia (2,8 milyar) berpenghasilan kurang
dari US$2 perhari.
Amartya
Sen, Penerima India’s Nobel-prize mendefinisikan kemiskinan adalah a lack of freedom to lead the kind of life
a person values. Kemiskinan bukan dipandang dari segi finansial semata
melainkan terdapat banyak dimensi, antara lain:
·
Tingkat
kestabilan pendapatan dan aset produktif.
·
Kemiskinan
dalam mengakses secure housing
·
Kemiskinan
dalam mengakses infrastruktur dan
pelayanan publik
·
Tingkat
safety nets dan perlindungan terhadap
hak asasi
·
Poverty of power,
participation and respect
Penyebab
kemiskinan antara lain :
1.
Kemiskinan natural adalah keadaan miskin
dari awal. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak memiliki
sumberdaya yang memadai.
2. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup
seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan
hidup dan budaya di mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa
kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak
berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan
merubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut
ukuran yang dipakai secara umum.
3. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang
disebabkan oleh faktor-faktor buatan seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil,
distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan
ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu.
World
Bank menyebutkan bahwa terdapat dua kerangka dalam menganalisis urban poverty:
(i)
Kerangka kerja kemiskinan yang meliputi
pembahawan mengenai vulnerability dan
asset ownership.
(ii)
Karakteristik kemiskinan serta pengaruhnya secara global.
Banyak
kajian mengenai deskripsi kemiskinan yang menjelaskan mengenai karakteristik
dari kemiskinan. Akan tetapi, hal ini menjadi perdebatan karena batasan dan
karakteristik antara masyarakat miskin pedesaan dengan perkotaan mempunyai
karakteristik yang berbeda. Berikut perbedaannya,
a) Rural Poverty
Di pedesaan, masyarakat disebut sebagai masyarakat
miskin karena lahan yang mereka miliki tidak produktif sehingga tidak mampu
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, masyarakat disebut miskin
saat tidak mempunyai lahan dan hidup sebagai buruh tani saja.
b) Urban Poverty
Masyarakat miskin perkotaan dibatasi
pada masyarakat yang tidak mampu mengakses perumahan serta infrastrukturnya.
Masyarakat miskin perkotaan bisa memiliki penghasilan lebih tetapi
dikategorikan sebagai masyarakat miskin karena tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya karena mahalnya biaya hidup di perkotaan. Ketidakmampuan dalam
mengakses perumahan formal akhirnya mendorong masyarakat miskin di perkotaan
tinggal di slums dan perumahan
informal.
No comments:
Post a Comment