Monday, March 31, 2014

URBAN MURAL SEBAGAI VISUAL LINGKUNGAN PERKOTAAN : ART vs VANDALISM ?


Kota merupakan wadah bagi aktivitas sosial budaya manusia. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu ruang publik sebagai ruang untuk masyarakat berinteraksi dan berekspresi. Ekspressi tersebut diwujudkan dalam gambar-gambar yang menyita ruang kosong pada dinding maupun jalan untuk mengubah ruang sisa tersebut menjadi ruang yang lebih menarik, kreatif serta dapat menjadi simbolik budaya sebagai ruang yang ramah terhadap seni. Ekspressi tersebut tertuang menjadi graffiti atau gambar yang biasa dikenal dengan nama street art atau mural (Cronin,2006)
Mural pada awalnya muncul di negara-negara barat sebagai konsepsi suatu ekspresi masyarakatnya. Mural dianggap sebagai sebuah bentuk ekspresi dan kecintaan terhadap seni. Banyak mural yang terpampang di dinding-dinding bangunan, jalan layang, terowongan dan sebagainya. Dalam perspektif perancangan kota, mural dapat menciptakan kota yang berwajah indah karena lebih berwarna dengan seni (Viscinti et al, 2010). Dari sudut pandang psikologi perkotaan, mural dianggap sebagai konsep ketahanan psikologi dimana mural memiliki keterkaitan terhadap penciptaan ruang yang mampu mengekspresikan jiwa seni dan dapat menjadi pembentuk ketahanan ekonomi dan lingkungan karena selain mampu menjadi ruang berekspresi juga dapat menambah lapangan pekerjaan bagi para artist. Mural juga dapat menjadi faktor penarik wisatawan untuk menikmati mural yang terpampang pada dinding bangunan dan jalan seperti di Kanada yang merupakan mural revitalisasi budaya dan ekonomi (Halim, 2008: 90-91).
Mural adalah bagian dari sistem elemen yang oleh Cullen, elemen visual perlu mempertimbangkan tiga hal yaitu pandangan, tempat dan isi. Sehingga mural yang menjadi simbolik budaya pada suatu kota dapat menjadi urban landscape karena memberikan kesan visual yang menarik dan kreatif. Namun, seringkali mural tidak sesuai pada penempatannya dan isi dari ekspresi mural tersebut tidak sesuai dengan etika berekspresi. Hal ini menyebabkan mural akhirnya dipandang sebagai bentuk pengrusakan fasilitas umum karena mencorat-coret ruang tanpa mengindahkan jiwa seni, dan lebih cenderung dipandang negatif karena membuat kotor kota atau bisa dikatakan sebagai polusi visual (Cudmore, 2012). Selain itu, mural juga dapat menciptakan stres lingkungan berupa ketakutan di ruang-ruang publik dan bahkan menciptakan kriminalitas (Rosewarne, 2004).
Dalam kaitannya dengan urban design, mural yang tidak beretika tersebut akan merusak wajah kota atau yang lebih dikenal dengan istilah vandalism. Vandalisme merupakan suatu tindakan merusak keindahan lingkungan apabila penempatan dan muatan yang terkandung dalam mural tidak mempertimbangkan aspek budaya masyarakatnya dan tidak mengindahkan etika dalam berekspresi (dilakukan oleh individu dengan mental kriminal dan kurang menghormati orang lain). Mural dalam definisinya mengalami pergeseran makna. Mural tidak lagi dianggap sebagi ekspresi seni masyarakatnya tetapi mural dianggap sebagai sesuatu yang bersifat merusak ruang publik apabila penempatannya. Mural pada akhirnya menjadi polusi visual yang menimbulkan dampak lebih lanjut yaitu stres perkotaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa visual menjadi suatu pertimbangkan keindahan kota. 
Indonesia juga tidak luput dari merebaknya mural sebagai wujud ekspresi masyarakatnya. Contohnya saja Kota Jakarta yang banyak ditemui di kolong jalan layang, dan pada bangunan-bangunan yang oleh Halim (2008:91) disebutkan bahwa mural tersebut belum berkualitas terhadap seni karena saling tumpang tindih antara mural yang satu dengan yang lainnya. Kota Semarang pun mengalami hal yang sama. Mural yang tidak tidak mempertimbangkan aspek seni akhirnya saling tumpang tinding dengan coretan yang tidak harmoni dengan mural yang sudah ada atau bentuk vandalisme yang mencorat-coret fasilitas umum. Lalu, menurut Anda, urban mural itu art atau vandalism dan urban mural yang baik itu seperti apa?

Sumber : www.fatcap.com/graffiti/134346-toma-c-3-paris.html, 2013
Urban Mural di Paris-Perancis yang menarik minat pengguna jalan